Jumat, 21 November 2014

Prinsip Archimedes dan Newton pada Kapal Laut

Kapal laut adalah sarana transportasi laut yang sangat penting untuk menghubungkan antara satu pulau dan pulau yang lain. Selain itu, fungsi terpenting kapal laut adalah kemampuan untuk dapat mengangkut muatan dalam jumlah yang sangat banyak. Merupakan sebuah fakta yang perlu diketahui, seandainya barang-barang dari Pulau Jawa didistribusikan menggunakan kapal laut untuk jarak yang jauh (misalkan dari pelabuhan di Jakarta ke Semarang, Surabaya, dan kota-kota di Bali dan Sumatra), harga barang-barang akan menjadi lebih murah dan jalanan tidak akan rusak oleh penggunaan truk yang melebihi muatan.

Untuk menunjang fungsi kapal laut yang sedemikian penting, tentunya kapal harus didesain agar tahan terhadap beban-beban gaya yang bekerja, baik pada saat proses bongkar muat maupun pada saat berlayar. Beban gaya yang bekerja pada kapal laut dapat dikategorikan sebagai beban muatan dan beban struktur kapal itu sendiri serta beban gaya yang dihadapi dari kapal itu seperti gelombang laut dan angin.

Kapal tenggelam

Kita masih ingat dengan kejadian tragis yang merenggut 1502 nyawa manusia di kala kapal Titanic tenggelam di Samudera Atlantik setelah menabrak gunung es. Titanic berlayar dari Southampton menuju New York dan itu merupakan pelayaran perdananya. Kapal penumpang dengan desain perabot interior yang sangat mewah pada saat itu membuatnya menjadi kapal penumpang dambaan bagi setiap orang. Namun, nasib malang menimpa kapal tersebut saat mengalami tubrukan dengan gunung es.

Setelah tubrukan, air dengan cepat masuk ke dalam kapal pada bagian haluan (depan). Berangsur-angsur bagian haluan dan bagian tengah kapal terendam air. Tak menunggu lama, kapal menungging dengan sudut kemiringan kurang lebih 45 derajat sehingga ratusan orang berlarian ke bagian buritan (belakang) kapal untuk menyelamatkan diri. Bagian tengah kapal kemudian patah karena tidak kuat menahan struktur bagian buritan yang terangkat ke udara. Bagian buritan terhempas ke air dan menimpa banyak orang yang berada tepat di sekitar buritan. Setelah beberapa saat, bagian buritan kapal kembali terangkat hingga tegak lurus terhadap permukaan air dan berangsur-angsur tenggelam.

Baru-baru ini peristiwa kapal tenggelam kembali terjadi. Sebuah kapal kontainer Russia “Mol Comfort” yang memiliki panjang 316 meter patah menjadi bagian dua ketika berlayar di laut Arab. Misteri masih menyelimuti tenggelamnya kapal tersebut karena sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari patahan. Patahan yang terjadi pada daerah lambung (tengah) kapal mengakibatkan kapal terbagi menjadi dua bagian. Beberapa hari, bagian depan dan belakang sudah terpisah cukup jauh bahkan bagian belakang sudah tenggelam dan bagian depan masih terapung. Bagian yang terapung masih diinvestigasi. Pihak yang berwenang mengklaim bahwa secara regulasi/aturan kapal tersebut sebenarnya memenuhi standar. Lantas bagaimana kita memahami sebuah kapal dapat terapung ataupun tenggelam?

Hukum Archimedes

Kapal bisa dianggap sebagai balok yang terapung di permukaan air. Badan kapal laut sebagian besar terbuat dari besi atau baja. Massa jenis besi atau baja lebih besar daripada massa jenis air, tetapi mengapa kapal laut dapat terapung?. Agar kapal laut dapat terapung, bagian dalam badan kapal laut dibuat berongga. Rongga ini berisi udara yang memilik massa jenis lebih kecil daripada air. Dengan adanya rongga ini, massa jenis rata-rata badan kapal laut dapat dibuat lebih kecil daripada massa jenis air (ρbadan kapal < ρair). Dengan massa jenis badan kapal yang lebih kecil daripada massa jenis air itu, akan diperoleh berat kapal (W) lebih kecil daripada gaya ke atas (FA) dari air sehingga kapal laut dapat tetap terapung di permukaan air. Hal ini dapat dijumpai pada pelajaran fisika di sekolah, yaitu mengenai hukum Archimedes.

Archimedes, seorang filsuf Yunani kuno menyimpulkan bahwa, “Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat cair, benda itu akan mendapat tekanan ke atas yang sama besarnya dengan beratnya zat cair yang terdesak oleh benda tersebut”. Ketika suatu benda dimasukkan ke dalam air, ternyata beratnya seolah-olah berkurang. Peristiwa ini tentu bukan berarti massa benda menjadi hilang, namun disebabkan oleh suatu gaya yang mendorong benda yang arahnya berlawanan dengan arah berat benda.

Archimedes secara tak sengaja mengamati fenomena fisika yang menjadi dasar “Prinsip Archimedes” ketika ia sedang memasukkan dirinya pada bak mandi. Saat itu ia merasakan beratnya menjadi lebih ringan ketika di dalam air, dan banyak air yang tumpah keluar bak mandi sebanyak besarnya badannya yang dicelupkan ke dalam bak mandi. Gaya ini disebut gaya apung atau gaya ke atas (FA), dan lazim dikenal sebagai gaya Archimedes. Gaya apung sama dengan berat benda (W) di udara dikurangi dengan berat benda di dalam air. Nah, apa yang sudah dijelaskan mengapa kapal bisa terapung tentunya memenuhi prinsip Archimedes itu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum Archimedes dapat diterapkan bukan hanya benda terapung (W < FA) tetapi juga untuk kasus benda melayang (W = FA) dan tenggelam (W > FA) di air.

Ilustrasi dari prinsip Archimedes dan benda terapung, serta prinsip kerja kapal selam.

Ilustrasi dari prinsip Archimedes dan benda terapung, serta prinsip kerja kapal selam.

Prinsip mekanika klasik

Tentunya kita mengetahui hukum Newton yang juga sudah dipelajari di sekolah. Apa yang terjadi pada Titanic dan kapal kontainer dapat dijelaskan dengan pendekatan mekanika klasik, yaitu dengan menerapkan hukum Newton dan Archimedes. Sekilas kita melihat ketika air masuk ke kapal dengan cepat hingga memenuhi bagian tengah kapal, bagian haluan kapal akan mengalami pembebanan yang besar. Di sisi lain bagian tengah mengalami tumpuan karena bagian buritan belum sepenuhnya terendam air.

Perlu diingat masih ada komponen berat yang ada di buritan kapal, misalnya poros, kemudi, baling-baling, beberapa mesin kapal, dan tentunya kargo barang muatan kapal. Jika ditinjau secara mekanika klasik, dapat terjadi momen gaya (torsi) pada bagian buritan kapal yang mengakibatkan kapal menjadi patah dua. Setelah patah menjadi dua, bagian haluan tenggelam dan bagian buritan mengalami gaya tekan ke atas sesuai hukum Archimedes. Setelah proses ini, air kembali masuk secara perlahan-lahan dan membuat buritan kapal menjadi tegak lurus terhadap permukaan air. Pada tahap ini hukum Archimedes sudah kalah bersaing dari hukum Newton karena air sudah memenuhi bagian buritan kapal secara keseluruhan.

Ilustrasi tenggelamnya Titanic (diambil dari Scientific American).
Ilustrasi tenggelamnya Titanic (diambil dari Scientific American).

Di dunia perkapalan modern, pertimbangan pembebanan untuk menghindari patahnya kapal juga harus dilakukan pada saat bongkar muat kapal. Pada saat menaikkan dan menurunkan kargo dari kapal, seorang loadmaster harus menghitung bagaimana barang-barang dimasukkan, supaya beban di haluan, buritan dan lambung kapal merata. Sebuah kapal tidak bisa dimuati hanya pada bagian belakangnya saja terlebih dahulu, atau depannya saja, atau membiarkan bagian tengahnya kapal tetap kosong. Jika terjadi kesalahan, bagian-bagian struktur kapal akan mengalami tekanan dan bagian lainnya bisa mengalami regangan yang pada akhirnya membuat kapal tersebut patah. Oleh sebab itu, banyak kapal menggunakan tangki pemberat (ballast tank) yang diisi air laut atau dikosongkan untuk mengimbangi pembebanan pada kapal tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar