Perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini
menjadi salah satu efek yang sangat signifikan dalam perubahan kondisi
Bumi selama beberapa dekade dan abad ke depan. Namun, bagaimana dengan
nasib Bumi jika terjadi pemanasan bertahap saat Matahari menuju masa
akhir hidupnya sebagai bintang katai putih? Akankah Bumi bertahan,
ataukah masa tersebut akan menjadi masa akhir kehidupan Bumi?
Milyaran tahun lagi, Matahari akan mengembang menjadi bintang raksasa
merah. Saat itu, ia akan membesar dan menelan orbit Bumi. Akankah Bumi
ditelan oleh Matahari seperti halnya Venus dan Merkurius? Pertanyaan ini
telah menjadi diskusi panjang di kalangan astronom. Akankah kehidupan
di Bumi tetap ada saat matahari menjadi Katai Putih?
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan K.-P. Schr¨oder dan Robert
Connon Smith, ketika Matahari menjadi bintang raksasa merah, ekuatornya
bahkan sudah melebihi jarak Mars. Dengan demikian, seluruh planet dalam
di Tata Surya akan ditelan olehnya. Akan tiba saatnya ketika peningkatan
fluks Matahari juga meningkatkan temperatur rata-rata di Bumi sampai
pada level yang tidak memungkinkan mekanisme biologi dan mekanisme
lainnya tahan terhadap kondisi tersebut.
Saat Matahari memasuki tahap akhir evolusi kehidupannya, ia akan
mengalami kehilangan massa yang besar melalui angin bintang. Dan saat
Matahari bertumbuh (membesar dalam ukuran), ia akan kehilangan massa
sehingga planet-planet yang mengitarinya bergerak spiral keluar.
Lagi-lagi pertanyaannya bagaimana dengan Bumi? Akankah Matahari yang
sedang mengembang itu mengambil alih planet-planet yang bergerak spiral,
atau akankah Bumi dan bahkan Venus bisa lolos dari cengkeramannya?
Perhitungan yang dilakukan oleh K.-P Schroder dan Robert Cannon Smith
menunjukan, saat Matahari menjadi bintang raksasa merah di usianya yang
ke 7,59 milyar tahun, ia akan mulai mengalami kehilangan massa.
Matahari pada saat itu akan mengembang dan memiliki radius 256 kali
radiusnya saat ini dan massanya akan tereduksi sampai 67% dari massanya
sekarang. Saat mengembang, Matahari akan menyapu Tata Surya bagian dalam
dengan sangat cepat, hanya dalam 5 juta tahun. Setelah itu ia akan
langsung masuk pada tahap pembakaran helium yang juga akan berlangsung
dengan sangat cepat, hanya sekitar 130 juta tahun. Matahari akan terus
membesar melampaui orbit Merkurius dan kemudian Venus. Nah, pada saat
Matahari akan mendekati Bumi, ia akan kehilangan massa 4.9 x 1020 ton setiap tahunnya (setara dengan 8% massa Bumi).
Setelah mencapai tahap akhir sebagai raksasa merah, Matahari akan
menghamburkan selubungnya dan inti Matahari akan menyusut menjadi objek
seukuran Bumi yang mengandung setengah massa yang pernah dimiliki
Matahari. Saat itu, Matahari sudah menjadi bintang katai putih. Bintang
kompak ini pada awalnya sangat panas dengan temperatur lebih dari 100
ribu derajat namun tanpa energi nuklir, dan ia akan mendingin dengan
berlalunya waktu seiring dengan sisa planet dan asteroid yang masih
mengelilinginya.
Zona Laik Huni yang Baru
Saat ini Bumi berada di dalam zona habitasi / laik huni dalam Tata
Surya. Zona laik huni atau habitasi merupakan area di dekat bintang di
mana planet yang berada di situ memiliki air berbentuk cair di
permukaannya dengan temperatur rata-rata yang mendukung adanya
kehidupan. Dalam perhitungan yang dilakukan Schroder dan Smith,
temperatur planet tersebut bisa menjadi sangat ekstrim dan tidak nyaman
untuk kehidupan, namun syarat utama zona habitasinya adalah keberadaan
air yang cair.
Tak dapat dipungkiri, saat Matahari jadi Raksasa Merah, zona habitasi
akan lenyap dengan cepat. Saat Matahari melampaui orbit Bumi dalam
beberapa juta tahun, ia akan menguapkan lautan di Bumi dan radiasi
Matahari akan memusnahkan hidrogen dari air. Saat itu Bumi tidak lagi
memiliki lautan. Tetapi, suatu saat nanti, ia akan mencair kembali. Nah
saat Bumi tidak lagi berada dalam area habitasi, lantas bagaimana dengan
kehidupan di dalamnya? Akankah mereka bertahan atau mungkin beradaptasi
dengan kondisi yang baru tersebut? Atau itulah akhir dari perjalanan
kehidupan di planet Bumi?
Yang menarik, meskipun Bumi tak lagi berada dalam zona habitasi,
planet-planet lain di luar Bumi akan masuk dalam zona habitasi baru
milik Matahari dan mereka akan berubah menjadi planet layak huni. Zona
habitasi yang baru dari Matahari akan berada pada kisaran 49,4 SA – 71,4
SA. Ini berarti areanya akan meliputi juga area Sabuk Kuiper, dan dunia
es yang ada disana saat ini akan meleleh. Dengan demikian objek-objek
disekitar Pluto yang tadinya mengandung es sekarang justru memiliki air
dalam bentuk cairan yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan. Bahkan
bisa jadi Eris akan menumbuhkan kehidupan baru dan menjadi rumah yang
baru bagi kehidupan.
Bagaimana dengan Bumi?
Apakah ini akhir perjalanan planet Bumi? Ataukah Bumi akan selamat?
Berdasarkan perhitungan Schroder dan Smith Bumi tidak akan bisa
menyelamatkan diri. Bahkan meskipun Bumi memperluas orbitnya 50% dari
orbit yang sekarang ia tetap tidak memiliki pluang untuk selamat.
Matahari yang sedang mengembang akan menelan Bumi sebelum ia mencapai
batas akhir masa sebagai raksasa merah. Setelah menelan Bumi, Matahari
akan mengembang 0,25 SA lagi dan masih memiliki waktu 500 ribu tahun
untuk terus bertumbuh.
Saat Bumi ditelan, ia akan masuk ke dalam atmosfer Matahari. Pada
saat itu Bumi akan mengalami tabrakan dengan partikel-partikel gas.
Orbitnya akan menyusut dan ia akan bergerak spiral kedalam. Itulah akhir
dari kisah perjalanan Bumi.
Sedikit berandai-andai, bagaimana menyelamatkan Bumi? Jika Bumi
berada pada jarak 1.15 SA (saat ini 1 SA) maka ia akan dapat selamat
dari fasa pengembangan Matahari tersebut. Nah bagaimana bisa membawa
Bumi ke posisi itu?? Meskipun terlihat seperti kisah fiksi ilmiah, namun
Schroder dan Smith menyarankan agar teknologi masa depan dapat mencari
cara untuk menambah kecepatan Bumi agar bisa bergerak spiral keluar dari
Matahari menuju titik selamat tersebut.
Yang menarik untuk dikaji adalah, umat manusia seringkali gemar
berbicara tentang masa depan Bumi milyaran tahun ke depan, padahal di
depan mata, kerusakan itu sudah mulai terjadi. Bumi saat ini sudah
mengalami kerusakan awal akibat ulah manusia, dan hal ini akan terus
terjadi. Bisa jadi akhir perjalanan Bumi bukan disebabkan oleh evolusi
matahari, tapi oleh ulah manusia itu sendiri. Tapi bisa jadi juga
manusia akan menemukan caranya sendiri untuk lolos dari situasi terburuk
yang akan dihadapi.